Kamis, Juni 18, 2009

Titip Ibu Dan Ayah

“Bangun Nak, sudah subuh. Segera sholat dan siap-siap berangkat sekolah”. Begitulah ayah dan ibu membangunkan saya setiap pagi. Di sebuah rumah mungil sederhana, di kaki gunung Perahu.

Ketika saya sudah bekerja, suatu saat saya pulang kampung, mengunjungi ayah bunda. Teringat dengan jelas saat itu ketika beliau aku ajak makan di sebuat restauran. Hal yang tidak pernah dapat kami lakukan sebelumnya, karena segala keterbatasan beliau.

Wajah sejuk di balik kerudung dan wajah sederhana dibalut sebuah peci, itu tidak memesah menu yang aneh-aneh. Tetap saja beliau memilih jenis-jenis makanan yang beliau suka dan sering kami nikmati di rumah.

“Ayah, ibu, ayo pesen yang lain, yang banyak, yang enak, yang belum pernah dicoba, yang tidak ada di rumah”, begitulah kata saya. Saya hanya ingin membuat beliau bahagia, menyenangkan beliau berdua.

Tiba-tiba Ibu berkata dengan mata berkaca-kaca: “Ibu merasa kamu dan adik-adikmu nanti suatu saat tidak memerlukan ibu lagi. Kalian bisa membeli makanan enak dan dilayani. Kalian bisa menghidupo diri kaian sendiri. Kalian menjadi dewasa, kalian menjadi ayah dan ibu untuk cucu-cucu Ibu nanti. Semua bisa kalian lakukan sendiri. Kalian tidak perlu Ibu untuk memasak dan menyiapkan makan buat kalian.”

Subhanallah, saya tidak menyangka sama sekali jika saat ibu repot, bersusah payah menyiapkan segala sesuatu untuk putra-putrinya merupakan hal yang sangat istimewa dan membahagiakan ibu.

Kini ayah-ibu telah tiada. Saya selalu bertanya kepada diri sendiri setiap saat, setiap waktu: “Apa yang telah saya persembahkan untuk ayah ibu pada usai saya sekarang ini hingga beliau dipanggil Yang Maha Mempunyai Hidup? Persembahan apa yang aku berikan ketika beliau kini sudah tiada?

Pernah suatu sore, saat hujan deras kami berbincang di ruang tamu. Saya ingin menanyakan sesuatu tapi tidak cukup punya keberanian untuk mengatakannya. lalu tiba-tiba ayah ibu berujar, seolah bisa membaca isi hatiku. “Kami sudah merasa bahagia nak, saat kalian lahir sebagai bayi yang lucu, kalian tumbuh menjadi besar, kalian menjadi juara di sekolah. kalian kini sudah besar, bekerja sendiri. Itu di antara hal-hal yang membahagian kami. Setiap kami melihat kalian bahagia kami juga merasa bahagia”.

Ya, setelah saya mempunyai seorang putri, saya mulai merasakan kebahagiaan yang ayah-ibu rasakan. memang sungguh bahagia. Buklan hanya demi menyenangkan putra-pitrinya.

Saya yakin meskipun beliau tidak sempat melihat cucunya lahir dan tumbuh menjadi besar, lucu, cantik, belia akan tetap mendampingi memperhatikan dam membimbing cucunya.

Ya Robbana, berilah tempat yang terindah untuk ayah bunda di sisi-Mu. Titip rindu untuk beliau, Titip Ayah dan Bunda.



Dengan merendahkan diri dan penuh sayang kepada beliau berdua, terimalah doa Saya:

Robbirhamhumaa kamaa robbayaanii shoghiiroo

“Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” [Al Israa’:24]

Robbanaghfir lii wa lii waalidayya wa lilmu’miniina yawma yaquumul hisaab

“Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat).” [Ibrahim:14]

Robbighfir lii wa li waalidayya wa li man dakhola baytiya mu’minan wa lilmu’miniina wal mu’minaati wa laa tazidizh zhoolimiina illa tabaaro

“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan.” [Nuh:28]

Robbighfir lii wa li waalidayya warhamhumaa kamaa robbayaanii shoghiiroo

“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku dan kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Aqu jg yatim piatu kak. Sedih deh