Tatapannya tajam memandang. Pohon-pohon korma yang tinggi dengan daun-daunnya yang berwarna mulai tampak. Rumah-rumah Madinah yang akrab baginya mulai terlihat. Sejenak dia berhenti dan menarik nafas dalam-dalam untuk menghirup aroma semerbak Rasul, masjid Nabi dan menara yang selama bertahun-tahun menjadi tempat dirinya mengumandangkan azan. Dia mulai melangkah. Tak berapa lama, gerbang kota Madinah telah ia lewati. Dia berdiri mengibaskan pakaiannya untuk menghormati kota Nabi. Dia memandang menatap sekelilingnya. Semua orang sibuk dengan pekerjaan keseharian mereka. Tak ada yang sadar akan kedatangannya. Dia bergegas menuju perkampungan Bani Hasyim yang terdiri dari lorong-lorong sempit. Dia mulai mengingat kenangan lama. Dulu dia sering berdiri di lorong ini untuk mengiringi Nabi berjalan menuju masjid. Kali ini, dia datang ke Madinah untuk menemui putri kesayangan Nabi, Fatimah. Dia bergegas menuju rumah Ali. Padahal sebelumnya dia telah berjanji untuk tidak datang ke kota yang telah melupakan keluarga suci Nabi SAW itu. Sesampainya di depan rumah Ali, dia mengucapkan salam, “Salam Sejahtera atas Keluarga Nabi.”
Hasan dan Husein, dua putra Ali dan Fatimah yang mengenal suara itu segera berlari ke arah pintu. Mereka berseru “Bilal datang!” Bilal memeluk dua cucu kesayangan Nabi itu. Tak mampu ia menahan derasnya airmata yang mengalir membasahi wajahnya. Hasan dan Husein teringat hari-hari sewaktu kakek mereka Rasulullah masih hidup, sementara aroma kenabian kembali dirasakan oleh Bilal. Kepada keduanya Bilal menanyakan keadaan ibu mereka. Hasan dan Husein menggapit tangan muadzin Rasul itu untuk menemui ibunda mereka yang terbaring lemas karena sakit yang dideritanya. Putri Rasul ini sedang menanti kedatangan Bilal. Sebab dalam mimpinya, Rasulullah, mengatakan bahwa Bilal akan datang menjenguk Fatimah. Bilal mengucapkan salam. Dengan suara lirih dan nyaris tak terdengar Fatimah AS menjawab, “Salam atasmu wahai muadzin ayahku, Rasulullah.”
Suara putri Nabi yang sangat lemah itu makin menyayat hati Bilal. Dia bertanya, “Wahai putri Nabi, apa yang terjadi sehingga Anda terbaring sakit seperti ini?” Tanpa menjawab pertanyaan itu, Fatimah meminta Bilal untuk sekali kali mengumandangkan adzan di masjid Nabi. Beliau berkata, “Bilal, sebelum mati, aku ingin mengingat hari-hari indah bersama Rasulullah. Pergilah ke masjid dan kumandangkanlah adzan. Aku ingin sekali lagi mendengar adzanmu dan shalat dengan adzan itu. Hanya sekali saja.”
Mendengar kata-kata itu Bilal tertegun dan tenggelam dalam perasaan sedihnya. Dia sadar bahwa putri Nabi yang terbaring di depannya itu tidak akan hidup lebih lama. Bilal bangkit untuk mengabulkan permintaan Fatimah AS. Bergegas dia menuju masjid. Anak-anak tangga dengan cepat ia lewati sampai ia tiba di menara masjid. Dari atas menara dia kembali teringat hari-hari saat dia menjadi muadzin Rasul dan saat-saat ketika dia dari atas menara itu menyaksikan Rasul berwudhu.
Namun kali ini sungguh berbeda. Kali ini, keberadaannya di atas menara masjid hanya demi mengabulkan permintaan putri Nabi. Bilal mulai menarik nafas dan, “Allahu Akbar Allahu Akbar.” Madinah membisu. Suara Bilal membahana di seluruh penjuru kota. Suara itu sangat akrab di telinga warga Madinah. Bilal melanjutkan, “Asyhadu an lailaha illallah.” Ya, itu suara Bilal. Tanpa sadar mereka meninggalkan pekerjaan masing-masing menuju ke masjid Nabi. Bilal melanjutkan, “Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah.” Tiang-tiang masjid bergetar saat nama rasul disebut. Mereka yang memandang Bilal, si muadzin Nabi, teringat pada hari-hari yang telah lalu dan tak mampu menahan jatuhnya butiran bening dari kelopak mata mereka. Tapi di rumah Ali, Fatimah tidak dapat menahan diri saat mendengar nama ayahnya disebut, dan jatuh pingsan. Serta merta Hasan dan Husein berlari menuju masjid dan meminta Bilal menghentikan adzannya. Mereka berkata, “Bilal, demi Allah, jangan kau teruskan adzanmu. Ibuku tak mampu menahan kesedihannya lagi.” Bilal menghentikan adzannya dan turun dari menara masjid Nabi. Tak kata-kata yang bisa dia ucapkan, tenggorokannya terasa begitu sesak. Direngkuh dan dipeluknya kedua cucu kesayangan Nabi itu, dengan airmata deras yang membasahi pipinya.
Sebelum ajal datang menjemputnya, Fatimah Zahra AS menghadap kiblat setelah sebelumnya berwudhu. Beliau mengangkat tangan dan berdoa, “Ya Allah, jadikanlah kematian bagai kekasih yang aku nantikan. Ya Allah, curahkanlah rahmat dan inayah-Mu kepadaku. Tempatkanlah ruhku di tengah arwah orang-orang yang suci dan jasadku di sisi jasad-jasad mulia. Ya Allah, masukkanlah amalanku ke dalam amalan-amalan yang Engkau terima.”
Tanggal 3 Jumadi Tsani tahun 11 Hijriyyah, Fatimah Zahra putri kesayangan Nabi menutup mata untuk selamanya. Beliau wafat meninggalkan pelajaran-pelajaran yang berharga bagi kemanusiaan. Hari ini, kami mengucapkan belasungkawa kepada para pecinta keluarga suci Rasul.
Rasul pernah menyifati putrinya, Fatimah AS dengan sabdanya, “Allah telah memenuhi hati dan seluruh anggota tubuh Fatimah dengan keimanan dan keyakinan.” Kepada putrinya itu, beliau pernah bersabda, “Fatimah, Allah telah memilihmu dan menghiasimu dengan makrifat dan pengetahuan. Dia juga telah membersihkanmu dan memuliakanmu di atas wanita seluruh jagat.“
Kecintaan Rasulullah SAW kepada Fatimah Zahra AS merupakan satu hal khusus yang layak untuk dipelajari dari kehidupan beliau. Di saat bangsa Arab menganggap anak perempuan sebagai pembawa sial dan kehinaan, Rasul memuliakan dan menghormati putrinya sedemikian besar. Selain itu, Rasulullah SAW biasa memuji seseorang yang memiliki keutamaan. Dengan kata lain, pujian Rasul kepada Fatimah adalah karena beliau menyaksikan kemuliaan pada diri putrinya itu. Nabi SAW tahu akan apa yang bakal terjadi sepeninggalnya kelak. Karena itu, sejak dini beliau telah mengenalkan kemuliaan dan keagungan Fatimah kepada umatnya, supaya kelak mereka tidak bisa beralasan tidak mengenal keutamaan penghulu wanita sejagat itu.
Suatu hari, seorang sahabat bertanya kepada Rasul, “Mengapa Anda tidak memperlakukan anak-anak Anda yang lain seperti Fatimah?” Rasul menjawab, “Engkau tidak mengenal Fatimah. Aku mencium bau surga pada diri Fatimah. Engkau tidak tahu bahwa keredhaan Allah ada pada keredhaan Fatimah dan kemurkaan Allah ada pada kemurkaan Fatimah.”
Kesempurnaan manusia tidak mengenal jenis jantina. Kesempurnaan itu adalah sebuah anugerah yang diberikan Allah kepada hamba-Nya untuk dapat mengenal dirinya lebih dalam. Fatimah adalah contoh nyata dari sebuah kesempurnaan. Dengan mengikuti dan meneladaninya, kesuksesan dan kebahagiaan hakiki yang menghantarkan kepada kesempurnaan akan bisa digapai. Fatimah adalah wanita yang banyak menimba ilmu, makrifat dan hikmah hakiki. Keluasan ilmunya tampak sekali dalam khotbah yang beliau sampaikan di masjid Nabi, di hadapan para sahabat.
Dalam khotbah itu, Fatimah AS menjelaskan bahwa satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri dan masyarakat adalah dengan memegang teguh agama dan patuh kepada perintah Allah. Beliau yang mengetahui psikologi masyarakatnya menerangkan berbagai kekurangan yang ada di tengah mereka. Dalam khotbah itu, Fatimah AS membawakan berbagai ayat suci Al-Qur’an dan menjelaskan tafsirannya. Peristiwa yang terjadi di masa lalu, sejarah umat-umat terdahulu yang layak dijadikan pelajaran dan bahan peringatan, diungkapkannya. Dalam khotbah tersebut Fatimah sebagai seorang hamba yang saleh dan arif yang hakiki, menjelaskan kecintaannya kepada Sang Maha Pencipta.
Fatimah Zahra AS, adalah wanita yang mengenal betul kondisi di tengah masyarakat. Beliau sadar akan adanya makar dan tipu daya musuh-musuh Islam. Hal itulah yang kemudian beliau ungkapkan dalam khotbahnya. Singkatnya, Fatimah AS sebagai seorang yang mengetahui seluk beluk politik dan sadar akan kondisi di zamannya, menerangkan kepada semua orang bahwa Islam adalah agama terakhir Tuhan dan syariat yang paling sempurna. Beliau juga menjelaskan bahwa satu-satunya jalan keselamatan adalah dengan mengikuti jejak Ahlul Bait AS.
Berikut ini adalah sekelumit dari khotbah Sayyidah Fatimah Zahra AS di masjid Nabi. “Rasulullah diutus saat seluruh bangsa terpecah-pecah. Mereka menyembah berhala. Meski mengenal Tuhan, mereka mengingkarinya. Dengan perantara Muhammad, Allah menyingkap tabir syirik dan kekafiran. Dia membersihkan kotoran dari hati, dan Dia berikan cahaya di mata. Muhammad dengan cahaya petunjuk bangkit di tengah umat untuk menyelamatkan mereka dari kesesatan dan mengeluarkan mereka dari kegelapan ke cahaya benderang. Dia menggiring umat ke arah agama yang kuat dan mengajak mereka kepada kebenaran.
Jumat, Maret 14, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar